Sunday, 11 May 2014

Takdir

Terkadang, sebenarnya bukan terkadang, tapi selalu, aku selalu heran ketika suatu rencana yang dibuat manusia bisa hancur begitu saja oleh makhluk bernama ‘takdir’. Aku pernah mendengar sebuah pernyataan yang berbunyi: ‘semua yang terjadi pada kita 80% adalah akibat perbuatan kita, 18% kondisi, dan 2% sisanya adalah takdir’. Jika dikaji lebih dalam, persentase tadi sebenarnya seimbang karena masing-masing pengaruh materi sesuai dengan kekuatannya. Biasanya kita baru memperhatikan komposisi ini ketika keadaan tak sesuai dengan yang kita inginkan. Dan ‘takdir’, sebagai persentase terkecil selalu menjadi kambing hitam paling empuk, jika kita sudah tak bisa lagi menyalahkan kondisi dan perbuatan kita sebagai persentase yang lebih besar.

Takdir, dengan persentase yang begitu rendah, bisa menjadi faktor kuat pengubah kejadian. Kita pasti menyadari itu ketika keadaan tak sesuai dengan apa yang kita inginkan. Bagaimana mungkin hanya dengan sedikit sentuhan takdir, rencana yang hampir sempurna sekali pun bisa porak-poranda? Itulah mengapa kubilang takdir itu kuat. Dengan pengaruhnya yang begitu besar, lalu, apakah kita bisa bilang takdir jahat? 
Istilah ‘takdir’ diciptakan hanya agar manusia bisa menerima apa yang tak bisa dikehendakinya. Tepatnya, agar manusia punya sesuatu untuk disalahkan pada akhirnya jika kehendaknya tak terlaksana.