Berita
baiknya adalah, kini aku tak lagi sendiri.
Gadis
ini, Dia
cantik tentu saja. Tapi bukan cantik yang benar-benar langsung membuatmu jatuh cinta pada pandangan pertama. Butuh cukup waktu untuk
memberanikan diri berkenalan
dengannya, mengobrol beberapa lama, menyelami pikirannya perlahan, membahas hal-hal penting sampai tidak penting, hingga kemudian
otakmu menyimpulkan kalau dia bukan
saja cantik, tapi juga luar biasa. Kemudian aku mengatakan cinta. Selesai. Detik setelah itu aku sudah bisa menganggapnya sebagai pacar.
Berita buruknya adalah,
sudah satu minggu lebih kami tidak saling tegur.
Bukankah aneh, jika
sepasang kekasih yang sudah bersama berminggu berbulan tapi sudah tidak saling
menyapa.
Kalau diurut lagi dari
awal, mungkin memang sebenarnya ini semua salahku. Beberapa berat untukku. Aku bukan tipe lelaki yang suka menceritakan masalahnya
pada kekasihnya, aku minggu terakhir memang
minggu yang lebih suka membagi cerita bahagia daripada cerita sedih. Seberat
apapun masalah, aku lebih suka menyelesaikannya sendiri. Tapi terkadang, aku
sering meminta bantuan temanku. The name
is Daniels, Jack Daniels.
Aku memang punya masalah
dengan alkohol, alkohol menjadi ujung jawaban
untuk masalah-masalah yang kuterima. Kekasihku, tentu saja sangat tidak suka
dengan kebiasaan buruk yang aku miliki ini. Dan itu pun yang menjadi sumber pertengkaran kami.
Jadilah malam minggu ini
aku sendiri.
Tidak sepenuhnya sendiri
sih. Masih ada ranjang empuk, aroma teh hijau dari lilin aromatherapy, pemandangan lampu kerlap-kerlip dari balik jendela,
suara Alex Turner dari speaker di atas meja, dan tentu saja sebotol Jack Daniels.
Entahlah sudah berapa gelas yang kuhabiskan
malam ini, tapi yang jelas aku belum terlalu mabuk dan masih menyadari jika
botolku masih setengah. Aku berdiri dari atas sofa, tapi tiba-tiba saja bumi
terasa bergoyang, aku seperti sedang berada di atas kapal. Kakiku lemas, aku
tak dapat lagi menahan berat badanku sendiri. Kemudian, aku pun terjatuh.
Mataku mulai terpejam, pikiranku mulai
melayang-layang. Sampai kemudian terdengar suara ketukan dipintu.
Aku membuka mata. Suara Alex Turner menyanyikan Why’d You Only Call Me When You’re High sudah sampai di bagian refrain. Aku
mengucek-ucek mata. Yang tadinya kabur perlahan jelas. Aku memeriksa sekitar.
Anehnya, aku sudah kembali duduk di sofa. Tangan kanan memegang handphone, dan
tangan kiri menggengam fotonya yang sebelumnya kuletakan terbalik di atas meja.
Aku berjalan gontai menuju pintu dan membukanya..
Dia sudah berdiri di depan pintu!
No comments:
Post a Comment