“Kelak di masa depan akan ada penemuan luar biasa,” ucapku
kepada wanita cantik yang duduk lesehan di sampingku itu.
Sudah seharian penuh aku bersama wanita ini. Mendekati
malam, lalu lintas di depan Holland Bakery Palur masih sangat ramai. Kendaraan
lalu lalang dari dua arah, macet dan semrawut. Beberapa pejalan kaki di atas
trotoar tampak gelisah buru-buru, samar tercium wangi sate padang yang dibakar
di atas tungku, dan aroma nasi goreng dari gerobak yang mangkal tak jauh dari
situ. Lagu The Scientist dari Coldplay mengalun sendu dari handphone salah satu
pelanggan melengkapi suasana.
“Namanya mesin waktu,” lanjutku tanpa mengalihkan pandangan
dari kedua mata beningnya.
“Dengan itu kamu bisa melakukan sesuatu yang selama ini
hanya menjadi khayalan bagi banyak orang.”
“Melihat masa depan?” tanyanya.
“Bukan,” aku menggeleng.
“Mesin waktu tak diciptakan untuk itu. Bahkan di masa depan
nanti para ilmuwan jenius itu tetap akan membiarkan masa depan menjadi misteri.
Agar hidup tetap berjalan seru dengan segala misterinya. Agar manusia tak
bertindak semaunya setelah melihat masa depan mereka yang indah, juga agar
mereka yang bermasa depan suram tidak dihantui ketakutan yang sia-sia.”
“Lalu apa tujuan diciptakannya mesin waktu?” dia kembali
bertanya.
“Tujuan utama diciptakanya mesin waktu adalah untuk
memperbaiki kesalahan,” lanjutku antusias. “Tapi teknologi itu juga bisa kau
gunakan untuk mengobati rindu, untuk bertemu kembali dengan orang-orang yang
kau cintai. Mungkin juga untuk meminta maaf atas kesalahan yang pernah kau buat, dan masih banyak kegunaan yang lainnya. Yang jelas mesin waktu hanya bisa
berjalan mundur, bukan maju ke masa depan.” Pungkasku panjang lebar.
“Tapi kalau aku menggunakan mesin waktu, aku tetap tak mau
kembali ke masa lalu.”
“Kenapa?”
“Bagiku masa lalu hanya untuk dikenang, atau untuk dijadikan
pelajaran.” Jawabnya.
“Masa depan yang jauh lebih penting. Kalau tadi kamu bilang hidup
tak akan seru saat kita bisa melihat masa depan, bagiku hidup takkan bisa maju
jika kita terus terpaku dan larut dalam penyesalan.
Kali ini aku terdiam. Sebenarnya aku masih ingin
membantahnya, dan meyakinkan dia bahwa mesin waktu untuk kembali ke masa lalu
adalah penemuan yang sangat berguna. Tapi waktuku tinggal sedikit.
“Kamu jika mendapatkan kesempatan untuk memakai mesin waktu,
kamu akan kembali ke zaman kapan?” tanyanya.
“Banyak. Salah satunya mungkin adalah saat-saat bersamamu
seperti ini, Diz.” Jawabku.
Pemilik mata bening itu kembali tersenyum, dan aku semakin
salah tingkah melihatnya. Jantungku berdegup lebih kencang, pikiranku mendadak
kacau.
“Jadi begini...”
Belum sempat aku menyelesaikan sebuah kalimat, tiba-tiba
cahaya putih kebiruan menerpaku, dan semua disekitarku mulai memudar. Earphone
yang terpasang ditelinga kananku berbunyi bip..bip pelan, diikuti suara seorang
wanita.
“Maaf, waktu anda telah habis. Terima kasih telah
menggunakan jasa mesin waktu.”
No comments:
Post a Comment