Ketika hujan, satu
pesan “Hai.. Kamu apa kabar?” bisa mengacaukan segalanya.
Pernah kubaca. Kata
‘segalanya’ bisa berarti hati, move on,
janji, atau apa saja. Yang jelas pasti berhubungan dengan hati dan perasaan.
Entah siapa yang menulisnya. Tapi tentu saja saya tidak percaya. Lagipula
belakangan ini saya sudah kehilangan kepercayaan pada kalimat-kalimat puitis
nan romantis.
Memangnya apa yang
romantis dari turunnya hujan?
Tidak ada.
Hujan hanya membuat
genangan dimana-mana. Membuat beberapa ruas jalan menjadi macet, emperan toko
mendadak jadi tempat berteduh, dan orang-orang jadi susah mau kemana-mana.
Alih-alih membuatmu memikirkan mantan, hujan malah membuatmu semakin lapar,
menyesal dan memaki dalam hati karena seharian kau belum makan.
Itu artinya kau hanya
punya tiga pilihan: nekad menerjang hujan, menelepon layanan delivery, atau
puasa sampai besok. Itupun kalau besok hujan sudah reda.
Bagaimana dengan hujan
dan lagu cinta?
Percayalah.
Kenyataannya juga tidak sedramatis itu. Setidaknya bagiku.
Bukan sekedar sekali
dua kali aku mengalami momen kehujanan bersama mantan pacar.
Kehujanan di
Mangkunegaran? Pernah!
Kehujanan di stasiun
dan terminal? Pernah!
Menunggu hujan reda di
emperan toko? Pernah!
Tapi toh hujan kali ini
tetap saja tidak serta merta membuatku memikirkan, apalagi merindukan dia.
*tring*
Satu pesan Whatsapp
masuk. Aku menatap notifikasi pesan yang tertera di layar.
“Kamu
apa kabar?”
Dari speaker laptopku
perlahan mengalun lagu sendu dari Melly Goeslaw.
Kata
orang rindu itu indah
Namun
bagiku ini menyiksa
Sejenak
ku fikirkan untuk ku benci saja dirimu
Namun
sulit ku membenci
Aku sekali lagi menatap pesan di layar:
“Kamu
apa kabar?”
Hujan, pesan dari mantan kekasih, dan lagu cinta.
Apakah sekarang aku terpengaruh? Oh tentu saja
tidak!
*tring*
Aku kembali menatap layar. Satu lagi pesan masuk.
“Saya
rindu kamu”
Dan kali ini saya pun harus mengakui:
Hujan 1 – 0 Saya.
No comments:
Post a Comment