Sunday 24 April 2016

Pria Dari Masa Depan

“Kelak di masa depan akan ada penemuan luar biasa,” ucapku kepada wanita cantik yang duduk lesehan di sampingku itu.

Sudah seharian penuh aku bersama wanita ini. Mendekati malam, lalu lintas di depan Holland Bakery Palur masih sangat ramai. Kendaraan lalu lalang dari dua arah, macet dan semrawut. Beberapa pejalan kaki di atas trotoar tampak gelisah buru-buru, samar tercium wangi sate padang yang dibakar di atas tungku, dan aroma nasi goreng dari gerobak yang mangkal tak jauh dari situ. Lagu The Scientist dari Coldplay mengalun sendu dari handphone salah satu pelanggan melengkapi suasana.

“Namanya mesin waktu,” lanjutku tanpa mengalihkan pandangan dari kedua mata beningnya.
“Dengan itu kamu bisa melakukan sesuatu yang selama ini hanya menjadi khayalan bagi banyak orang.”

“Melihat masa depan?” tanyanya.

“Bukan,” aku menggeleng.
“Mesin waktu tak diciptakan untuk itu. Bahkan di masa depan nanti para ilmuwan jenius itu tetap akan membiarkan masa depan menjadi misteri. Agar hidup tetap berjalan seru dengan segala misterinya. Agar manusia tak bertindak semaunya setelah melihat masa depan mereka yang indah, juga agar mereka yang bermasa depan suram tidak dihantui ketakutan yang sia-sia.”

“Lalu apa tujuan diciptakannya mesin waktu?” dia kembali bertanya.

“Tujuan utama diciptakanya mesin waktu adalah untuk memperbaiki kesalahan,” lanjutku antusias. “Tapi teknologi itu juga bisa kau gunakan untuk mengobati rindu, untuk bertemu kembali dengan orang-orang yang kau cintai. Mungkin juga untuk meminta maaf atas kesalahan yang pernah kau buat, dan masih banyak kegunaan yang lainnya. Yang jelas mesin waktu hanya bisa berjalan mundur, bukan maju ke masa depan.” Pungkasku panjang lebar.

“Tapi kalau aku menggunakan mesin waktu, aku tetap tak mau kembali ke masa lalu.”

“Kenapa?”

“Bagiku masa lalu hanya untuk dikenang, atau untuk dijadikan pelajaran.” Jawabnya.
“Masa depan yang jauh lebih penting. Kalau tadi kamu bilang hidup tak akan seru saat kita bisa melihat masa depan, bagiku hidup takkan bisa maju jika kita terus terpaku dan larut dalam penyesalan.

Kali ini aku terdiam. Sebenarnya aku masih ingin membantahnya, dan meyakinkan dia bahwa mesin waktu untuk kembali ke masa lalu adalah penemuan yang sangat berguna. Tapi waktuku tinggal sedikit.

“Kamu jika mendapatkan kesempatan untuk memakai mesin waktu, kamu akan kembali ke zaman kapan?” tanyanya.

“Banyak. Salah satunya mungkin adalah saat-saat bersamamu seperti ini, Diz.” Jawabku.

Pemilik mata bening itu kembali tersenyum, dan aku semakin salah tingkah melihatnya. Jantungku berdegup lebih kencang, pikiranku mendadak kacau.

“Jadi begini...”

Belum sempat aku menyelesaikan sebuah kalimat, tiba-tiba cahaya putih kebiruan menerpaku, dan semua disekitarku mulai memudar. Earphone yang terpasang ditelinga kananku berbunyi bip..bip pelan, diikuti suara seorang wanita.

“Maaf, waktu anda telah habis. Terima kasih telah menggunakan jasa mesin waktu.”