Saturday 10 December 2016

Sebuah Malam Minggu

Gerimis seringkali menjadi sumber inspirasi.



Apalagi kalau ini malam minggu, kau sendirian di kedai kopi yang isinya orang pacaran, headphonemu ketinggalan, telingamu pasrah dengan Closer yang diputar berkali-kali.



Gerimis di luar jadi semakin menginspirasi. Menginspirasimu melakukan hal yang kurang penting.



Dan inilah yang kulakukan sekarang; menutup laptop, meraih handphone, membuka Instagram beberapa orang. Semuanya perempuan tentu saja. Salah satunya mantan pacarku. Menonton IG Stories mereka, mengirim komen yang sebenarnya tak bisa dibilang komen juga. Karena cuma berupa tiga biji emoji tertawa sambil menangis.



Niatannya tentu cuma satu hal: caper.



Semenit. Dua menit. Tiga menit.



Ting!

Ting! Ting!

Ting!

Ting! Ting! Ting!



Tujuh pesan masuk. Balasannya tak ada sesuai harapan. Iseng dan caper yang berbalas basa-basi. Emoji dibalas emoji. Tidak penting. Saking tidak pentingnya hingga tak perlu diceritakan di sini.



Enam menit. Delapan menit. Sepuluh menit.



Ting!



Aku melirik layar handphone. Sebaris pesan, bukan dari inbox Instagram, tapi dari Whatsapp.



“Haaaaaiiiii!”



Yang ini dari si mantan rupanya. Beberapa pengecut enggan move on seringkali menghapus nama mantannya setelah putus, atau menggantinya dengan nama yang aneh-aneh. Tapi tentu saja itu tak kulakukan. Nama mantan pacarku masih tertulis lengkap di phonebook. Nama indah yang dulu sering kusebut sama cantiknya dengan senyumnya itu.



“Yaa”



Tadinya ingin kubalas dengan “Haaaaaaaiiiiiiiii” yang lebih panjang lagi. Tapi naluri kelaki-lakianku melarang. Jadinya cukup “Yaa” saja. Bahkan di saat seperti ini pun aku masih berusaha sok cool.



“Apa kabar, Wis?”



Hore! Dia yang menanyakan kabar duluan. Otakku langsung berpikir keras. Mencari-cari jawaban paling pas.



Terlalu lama. Pesan berikutnya keburu masuk.



“Apa kabar, Moy? Eh.. Aku manggil apa ya enaknya?”



Ini dia. Dua pesan berturut-turut. Memang sebenarnya nggak ada bedanya. Tapi tak tahu apa penggalan yang tepat untuk nama “Wismoyo”, itu soal lain lagi. Secepat kilat jari-jariku mengetik pesan balasan.



“Memang dulu manggilnya apa?”



Lima menit. Sepuluh menit. Tak ada balasan. Aku mulai khawatir jika dia tidak akan membalas. 
Sampai akhirnya..



“Dulu sih manggilnya sayang.”



Gerimis di luar tiba-tiba menjadi hujan deras. Kalau gerimis bisa menginspirasimu melakukan hal kurang penting, mungkin hujan kali ini akan mengajakmu melakukan hal yang tidak-tidak.